Kisah Jenderal Soemitro, yang menjadi Tentara Kesayangan Soeharto berkat Ramalan Boneka Jailangkung

by -51 Views

Sabtu, 11 Mei 2024 – 06:02 WIB

Jakarta – Jenderal TNI (Purn) Soemitro Sastrodihardjo, yang merupakan salah satu panglima militer paling berpengaruh di masa Orde Baru, memiliki kisah masa kecil yang unik dan inspiratif. Dilahirkan di Sebaung, Gending, Probolinggo, pada tanggal 13 Januari 1927, Soemitro kecil bercita-cita menjadi seorang insinyur. Namun, takdir membawanya ke arah yang tidak terduga.

Pada suatu malam, Soemitro dan teman-temannya di asrama bermain boneka jailangkung. Saat itu, Soemitro yang berusia 15 tahun bertanya kepada boneka mengenai masa depannya. Jawaban yang muncul dari boneka tersebut sungguh tak terduga, yaitu “MAJOR”.

Awalnya, Soemitro dan teman-temannya hanyalah tertawa atas jawaban tersebut. Namun, seiring berjalannya waktu, ramalan dari boneka jailangkung itu perlahan-lahan menjadi kenyataan. Soemitro tidak menjadi seorang insinyur seperti yang diimpikannya, melainkan memilih jalur militer dan berhasil mencapai pangkat jenderal.

Soemitro muda bergabung dengan PETA (Pembela Tanah Air) selama masa penjajahan Jepang. Setelah Indonesia merdeka, dia aktif dalam perjuangan melawan Belanda dan menjadi salah satu komandan gerilya di Kalimantan.

Karier Soemitro semakin bersinar setelah Orde Baru berkuasa. Dia menjadi Panglima Kodam VI/Mulawarman (Kalimantan Timur) dan kemudian menjabat posisi penting di militer, termasuk Panglima Komando Operasi Tertinggi (KOTI) dan Wakil Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI).

Soemitro dikenal sebagai prajurit yang cerdas, berani, dan loyal. Kemampuannya dalam memimpin dan strategi militer membuatnya mendapatkan kepercayaan dari berbagai petinggi TNI, termasuk Presiden Soeharto.

Soeharto dan Soemitro memiliki hubungan yang sangat dekat. Keduanya memiliki visi yang sama untuk membangun Indonesia yang kuat dan stabil. Soemitro menjadi salah satu orang kepercayaan Soeharto dan berperan penting dalam berbagai peristiwa penting di masa Orde Baru.

Soemitro diangkat menjadi Panglima Komando Operasi Keamanan Tertinggi (Kopkamtib) pada tahun 1973. Di bawah kepemimpinannya, Kopkamtib memiliki peran sentral dalam pemberantasan Gerakan 30 September (G30S) dan penumpasan berbagai aksi pemberontakan. Soemitro juga berperan penting dalam konsolidasi kekuasaan Soeharto dan pembangunan fondasi Orde Baru.

Meskipun terlibat dalam kontroversi, Soemitro tetap menjadi salah satu tokoh militer paling berpengaruh di Indonesia. Dia pensiun dari militer pada tahun 1988 dan meninggal dunia pada 10 Mei 1998 akibat stroke, kemudian dimakamkan di TMP Kalibata.