Investasi Tanpa Syarat: Menuju Akhir Era?

by -50 Views

Kelompok pemerintahan Taliban Afghanistan baru-baru ini mengumumkan pembatalan kontrak bernilai 540 juta dolar AS dengan perusahaan energi Tiongkok, Xinjiang Central Asia Petroleum and Gas Co. (CAPEIC). Kebijakan ini menandai perubahan signifikan dalam arah kebijakan ekonomi Afghanistan yang mulai meninjau ulang hubungan kemitraan dengan investor asing, terutama dari China. Kontrak yang dibatalkan sebelumnya ditandatangani pada Januari 2023 untuk mengeksplorasi sumber daya minyak di Cekungan Amu Darya, wilayah utara Afghanistan. CAPEIC berjanji untuk mengucurkan investasi awal sebesar 150 juta dolar AS dengan target mengembangkan wilayah luas 4.500 km² yang diperkirakan memiliki cadangan minyak mentah sebanyak 87 juta ton. Namun, evaluasi oleh komite gabungan menemukan bahwa CAPEIC sering melanggar isi perjanjian dan tidak memenuhi kewajiban kontraktual, sehingga rekomendasi untuk mengakhiri kontrak ini dilakukan oleh pimpinan pemerintahan Taliban. Meski detail pelanggaran tidak diumumkan secara terbuka, pemerintah sekarang mengundang firma konsultan internasional untuk mengaudit aspek hukum dan keuangan dalam kontrak-kontrak mendatang. Tindakan ini menunjukkan bahwa bahkan pemerintahan yang terisolasi seperti Taliban pun bersedia menuntut akuntabilitas dari mitra asing yang tidak memenuhi janji. Kelompok pemerintahan ini bergabung dalam tren global di mana negara-negara mulai meninjau kembali proyek-proyek investasi yang dipimpin oleh perusahaan-perusahaan asal Tiongkok. Beberapa negara di Afrika bahkan telah membatalkan kontrak dengan perusahaan-perusahaan Tiongkok karena kinerja proyek yang dinilai buruk. Kritik terhadap investasi Tiongkok di luar negeri terutama terkait dengan standar pelaksanaan yang rendah, minimnya transparansi, ketentuan kontrak yang merugikan, dan kurangnya adaptasi terhadap kondisi lokal. Keputusan Taliban untuk membatalkan kontrak dengan CAPEIC adalah sinyal bahwa negara-negara kini lebih tegas terhadap kesalahan kontraktual, bahkan terhadap investor besar seperti Tiongkok. China sekarang dihadapkan pada tekanan untuk meningkatkan reputasi globalnya dengan meningkatkan kualitas proyek, menjadikan kontrak lebih jelas, dan memberikan ketentuan yang lebih menguntungkan bagi negara mitra.Ini dapat memberikan contoh bagi negara-negara berkembang lainnya untuk bertindak lebih seimbang dan jangka panjang dalam kemitraan ekonomi internasional. Afghanistan dapat melihat langkah ini sebagai awal pendekatan yang lebih strategis dalam membangun kerja sama internasional yang lebih berkelanjutan dan menguntungkan.

Source link