SiwinduMedia.com – Pilkada tahun 2024 yang akan digelar pada 27 November 2024 sudah di depan mata. Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang mengubah ambang batas pencalonan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah di Pilkada mendapat tanggapan dari Akademisi sekaligus Pakar Hukum dari Fakultas Hukum Universitas Kuningan (Uniku), Prof Dr Suwari Akhmaddhian SH MH
Menurut Suwari, Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang Mengubah Ambang Batas Pencalonan Calon Kepala dan Wakil Kepala Daerah di Pilkada tersebut, merupakan putusan yang memberikan perubahan yang cukup signifikan terhadap persyaratan ambang batas pencalonan calon kepala daerah.
“Sebelum putusan MK, persyaratan ambang batas Pencalonan Calon Kepala dan Wakil Kepala Daerah yaitu 20%. Maka dengan Putusan MK menjadi 7,5% sudah dapat mencalonkan kepala daerah,” kata Suwari kepada SiwinduMedia.com, Rabu (21/8/2024).
Oleh karenanya, lanjut Suwari, peran penting mahasiswa bersama-sama elemen masyarakat lainnya sangat ditunggu untuk mengawal Putusan MK tersebut, sehingga Pilkada sebagai pesta demokrasi untuk rakyat berjalan dengan baik.
“Putusan MK ini cukup responsif tapi tidak progresif. Seandainya progresif, maka semua partai politik berhak mencalonkan calon kepala daerah tanpa ambang batas. Yang terpenting sudah terdaftar sebagai peserta Pemilu,” ujarnya.
Ia beralasan, partai politik untuk menjadi peserta Pemilu persyaratannya sangat berat. Adapun beberapa persyaratannya yakni berstatus badan hukum, memiliki kepengurusan di seluruh provinsi, memiliki kepengurusan di 75 persen, jumlah kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan memiliki kepengurusan di 50 persen jumlah kecamatan di kabupaten/kota yang bersangkutan.
“Partai politik merupakan pilar penting dalam demokrasi. Seharusnya semua partai politik peserta pemilihan umum berhak mencalonkan calon kepala daerah tanpa ada ambang batas pencalonan. Seperti halnya partai politik berhak mencalonkan anggota legislatif, tentu hak konstitusional partai politik berhak mengajukan kader terbaiknya untuk duduk di eksekutif maupun legislatif,” ungkap Suwari.
“Kami harapkan putusan MK ini menjadi bahan evaluasi dalam penataan kembali sistem berdemokrasi di Indonesia, sehingga kualitas demokrasi kita bukan hanya prosedural, tapi harus berjalan mendekati substansial yang tujuannya adalah kesejahteraan rakyat,” imbuh Suwari yang juga Peneliti Puskappil Kuningan ini.