Kamis, 23 Mei 2024 – 13:31 WIB
Jakarta – Direktur CV Maksima Selaras Budi, Fajar Noviansyah mengatakan bahwa dirinya pernah diminta untuk mengadakan sebuah proyek baju koko di Kementan RI di bawah pimpinan Syahrul Yasin Limpo alias SYL. Ia menyebut proyek tersebut mencapai 2.000 baju koko.
Fajar menjelaskan hal tersebut ketika dirinya menjadi salah satu saksi yang dihadirkan dalam persidangan kasus pemerasan hingga penerimaan gatifikasi di Kementan RI. Sidang tersebut digelar di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Rabu 22 Mei 2024.
Jaksa membutuhkan keterangan dari Fajar soal pengadaan baju koko hingga 2.000 di Kementan RI. Fajar pun mengamini terkait dengan keterangan yang ditanyakan jaksa KPK.
“Bahkan pernah mengadakan 2.000 baju koko?” tanya jaksa KPK di ruang sidang.
“Siap betul yang mulia,” kata Fajar.
Jaksa, melalui berita acara pemeriksaan (BAP) Fajar menyebutkan bahwa uang dari pengadaan baju koko itu berasal dari patungan pejabat eselon I di Kementan RI. Lantas, jaksa ingin mengetahui kebenaran terkait dengan BAP Fajar itu.
“Karena saat itu begitu pencairan ada beberapa staf yang menyetorkan ke Pak Arief Sopyan (mantan koordinator substansi rumah tangga) yang mulia,” kata Fajar.
Jaksa kembali mencecar soal pembayaran iuran yang dilakukan oleh Arief Sopyan. Fajar mengatakan bahwa uang tersebut diberikan Arief secara tunai atau cash.
“Begitu menyetorkan ada beberapa staf ke Pak Arif Sopyan? Jadi, ini sistem pembayarannya saksi sama Pak Arif ya?” tanya jaksa.
“Karena waktu itu menjelang libur idul Fitri yang mulia. Jadi, begitu kita target baju koko itu ada beberapa sudah setor, ada yang belum, dan malemnya itu saya dikasih cash yang mulia,” kata Fajar.
“Dikasih cash sama?” tanya jaksa.
“Pak Arief Sopyan,” kata Fajar.
Fajar pun menuturkan bahwa uang tersebut sebanyak Rp360 juta. Uangnya digunakan untuk mengadakan baju koko yang sudah diminta itu.
“Ini di kegiatan saksi ya? baju koko itu bener ya?” kata jaksa
“Iya,” ucap Fajar.
“Dalam permintaan dari Pak Arief Sopyan ada balas jasa Saksi nggak?” kata jaksa
“Tidak yang mulia,” bebernya.
Sebagai informasi, Syahrul Yasin Limpo memeras pegawainya hingga Rp44,5 miliar selama periode 2020-2023 bersama eks Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi Subagyono dan eks Direktur Alat dan Mesin Pertanian Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Kementan Muhammad Hatta.
Uang ini kemudian digunakan untuk kepentingan istri dan keluarga Syahrul, kado undangan, Partai NasDem, acara keagamaan, charter pesawat hingga umrah dan berkurban. Selain itu, ia juga didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp40,6 miliar sejak Januari 2020 hingga Oktober 2023.