Prabowo-Gibran Mendominasi Dengan 57 Persen, Sementara Amin Hanya Mendapatkan 13,4 Persen Suara

by -138 Views

Kamis, 1 Februari 2024 – 04:20 WIB

Jakarta – Indonesia Development Monitoring (IDM) kembali merilis survei terbarunya dalam mengukur pilihan publik terkait kontestasi Pemilu Presiden (Pilpres) 2024. Ada beberapa temuan yang dilaporkan IDM.

Berdasarkan hasil survei IDM, elektabilitas pasangan calon nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka masih berada di peringkat teratas, meninggalkan dua paslon rivalnya. Direktur Eksekutif IDM, Heru Supriyatno menjelaskan, survei pihaknya dilakukan dalam kurun waktu 16 hingga 28 Januari 2024. Sebanyak 2.500 responden dilibatkan yang punya hak pilih di Pemilu 2024. Para responden itu berdomisili di 1.250 di desa dan kelurahan di 34 provinsi Indonesia.

Penarikan sampel survei mengunakan multistage random sampling. Pun, dari survei memiliki margin of error kurang lebih 1,92 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen. “Hasilnya, IDM menemukan Prabowo-Gibran dipilih oleh 1428 responden atau 57,1 persen,” kata Heru dalam keterangannya, Rabu, 31 Januari 2024.

Sementara, pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD dipilih oleh 647 responden atau 25,9 persen. Lalu, duet Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Cak Imin) dipilih 335 responden atau 13,4 persen. “Sedangkan, sebanyak 90 responden atau 3,6 persen menyatakan tidak memilih,” ujarnya.

Heru menjelaskan, hasil survei IDM juga menunjukan keinginan publik terhadap presiden dan wakil presiden terpilih dengan kriteria sebagai berikut; sebanyak 82,4 persen mengharapkan presiden dan wakil presiden yang memiliki inovasi kebijakan yang akan memperbaiki kualitas hidup banyak orang. “Selain itu juga responden menginginkan kebijakan inovatif sekaligus konkret mengatasi permasalahan yang dihadapi masyarakat,” kata Heru.

Selanjutnya, sebabyak 83,6 persen menginginkan presiden dan wakil presiden yang harus mengetahui berbagai permasalahan di Indonesia dan global. “Tanpa wawasan tentang isu-isu tentang berbagai problematika di Indonesia, akan sulit membuat kebijakan yang tepat sasaran,” ujarnya.