Dalam situasi unjuk rasa, keamanan dan ketertiban sering kali menjadi prioritas utama. Polisi sering kali dikerahkan untuk menjaga situasi tetap terkendali ketika demonstrasi berlangsung. Namun, terkadang demonstrasi bisa berubah menjadi kerusuhan, mengharuskan aparat keamanan menggunakan taktik tertentu untuk mengendalikan massa. Salah satu taktik yang biasa digunakan adalah penggunaan gas air mata, meriam air, dan bahkan tembakan peluru.
Peluru yang digunakan dalam situasi tersebut tidak selalu peluru tajam, tetapi juga bisa berupa peluru karet yang dikategorikan sebagai senjata tidak mematikan. Meskipun demikian, peluru karet tetap memiliki potensi menimbulkan luka serius hingga kematian jika digunakan di dekat tubuh atau diarahkan ke bagian tubuh vital.
Peluru karet adalah jenis peluru yang terbuat dari bahan karet atau plastik keras dan ditembakkan dengan proyektil layaknya peluru tajam. Karakteristik karet sebagai isolator panas membuat kecepatan peluru lebih rendah daripada peluru logam, sehingga penetrasi tidak sekuat peluru logam. Peluru karet pertama kali digunakan pada 1960-an oleh pemerintah Amerika Serikat dan dikembangkan lebih lanjut oleh Inggris pada 1970-an. Meskipun sering digunakan dalam pengendalian kerusuhan, sejumlah penelitian menunjukkan bahwa peluru karet masih bisa menimbulkan dampak serius, termasuk kematian.
Di sisi lain, peluru tajam terbuat dari logam, biasanya dengan lapisan kuningan. Desain modern peluru tajam pertama kali dikembangkan pada 1882. Peluru tajam memiliki daya penetrasi yang kuat dan berpotensi mematikan, terutama jika mengenai organ vital seperti otak. Penggunaan peluru tajam dalam situasi unjuk rasa sangat jarang karena berisiko besar menimbulkan korban jiwa.
Meskipun kedua jenis peluru ini memiliki perbedaan dalam bahan, daya tembak, dan potensi fatalitas, penggunaannya harus dilakukan dengan hati-hati dan penuh pertimbangan. Keamanan massa dan aparat keamanan menjadi hal yang sangat penting dalam situasi unjuk rasa seperti ini.
