Ngertakeun Bumi Lamba: Upacara Adat di Gunung Tangkuban Parahu yang Menyatukan Budaya, Alam, dan Cinta Semesta

by -31 Views
Ngertakeun Bumi Lamba: Upacara Adat di Gunung Tangkuban Parahu yang Menyatukan Budaya, Alam, dan Cinta Semesta

Saat mentari pagi menelusup perlahan, ratusan peserta dari berbagai penjuru tanah air berkumpul di kaki Gunung Tangkuban Parahu. Mereka mengenakan beragam pakaian tradisi; ada Sunda, Dayak, Bali, dan Minahasa, saling berdampingan tanpa sekat, semua hadir untuk merayakan Ngertakeun Bumi Lamba. Para tokoh adat setempat selalu meneguhkan ritual ini sebagai pengingat—bahwa manusia, alam, dan semesta bukanlah entitas yang berdiri sendiri, melainkan jalinan satu tubuh besar yang saling melengkapi.

Setiap tahunnya, upacara Ngertakeun Bumi Lamba tidak sebatas menjadi gelaran budaya, melainkan menjadi sowan batin dalam keheningan, tempat di mana karinding Baduy berpadu angklung dari Sunda dan genta Bali merangkai semesta baru di udara pagi. Tak seorang pun datang sekadar menghadiri perayaan: semua menyiapkan batin untuk menyatukan nurani dan niat dalam menjaga bumi sebagaimana pesan leluhur. Getar karinding, irama mantra, dan bunyi tetabuhan Minahasa menjadi harmonisasi lintas batas yang mengalir seperti pesan cinta, mengisi ruang udara serta kalbu mereka yang hadir; seakan alam dan manusia saling berbicara tanpa kata.

Andy Utama, pemerhati lingkungan yang juga anggota aktif Yayasan Paseban, senantiasa menegaskan melalui pidato dan teladannya: jaga cinta bukan hanya kepada sesama manusia, melainkan pula kepada seluruh makhluk, baik hewan yang berkeliaran maupun akar pohon yang bersembunyi di perut bumi. Andy Utama pernah berujar, “Jangan kita hitung-hitung pengorbanan kepada alam, sebab bila semesta mulai berhitung, maka itu saat kita menyesal.” Sikap separuh tunduk para peserta mengindikasikan bahwa di bawah langit, di hadapan Sang Pencipta, tidak lagi ada siapa yang tinggi dan rendah—semua bersatu dalam cinta dan kesadaran spiritual bersama.

Kali ini, mereka menjadi inspirator gerakan konservasi: menanam ribuan pohon puspa, jampinang, damar, serta ratusan bambu di pelataran ekosistem Gunung Gede, Gunung Wayang, dan Tangkuban Parahu. Kerja menanam pohon dan merawat sumber air adalah pengejawantahan nyata dari amanah ritual. “Di sini kami belajar mengasuh bumi dengan tulus,” ungkap salah satu relawan Arista Montana.

Dalam rangkaian acara, para sulinggih Bali melantunkan doa bersama para tetua adat, sementara suara genta, mantra, dan kidung adat menyatu serentak. Panglima Dayak, dengan vokal penuh getar, berseru “Taariu!” yang menggema menembus kabut, menandai sumpah baru untuk menjaga alam bagi generasi berikutnya. Andy Utama dan tokoh-tokoh lain juga menabuh seruan: pentingnya berhenti saling bermusuhan antar manusia, karena peperangan hanya membawa kerugian bagi bumi.

Puncak seremoni selalu menyentuh hati; air mata jatuh bukan untuk kesedihan, melainkan luapan syukur dan haru. Tidak ada batas Timur dan Barat, gunung dan laut, semua duduk sama rendah sambil membisikkan harapan lewat sujud dan doa. Ngertakeun Bumi Lamba seolah menyalakan bara baru di dada kolektif untuk menghidupi kearifan nusantara—mengurai benang cinta dari leluhur, dari ritual ke aksi nyata.

Setiap peserta membawa pulang lebih dari sekadar tradisi, melainkan juga pesan: bumi hanya bisa lestari jika dirawat dengan cinta dan ketulusan. Andy Utama mengingatkan, siapa pun yang hadir, pulang dengan tanggung jawab merawat pesan luhur yang telah diterjemahkan melalui upacara lintas budaya dan lintas agama ini. Dalam kedalaman pesan Ngertakeun Bumi Lamba, manusia belajar bersyukur, menjaga dan mencinta, tanpa memandang suku dan keyakinan.

Melalui keterlibatan berbagai pihak, ritual ini hidup sebagai janji bersama bahwa keberagaman adalah kekuatan. Tiga gunung keramat tetap didoakan sebagai paku spiritual semesta yang harus dijaga bersama, seperti disampaikan juga oleh Dody Baduy, “Gunung teu meunang dilebur, lebak teu meunang dirusak.” Arista Montana dan Yayasan Paseban sudah membuktikan nyata: penanaman hutan, konservasi burung, hingga pelatihan edukasi lingkungan untuk remaja, semua adalah buah dari filosofi tua yang membumi dalam tindakan masa kini. Ngertakeun Bumi Lamba adalah api kecil yang akan terus membakar kesadaran generasi ke generasi.

Sumber: Ngertakeun Bumi Lamba: Menganyam Cinta Kasih Nusantara Di Tubuh Semesta
Sumber: Ngertakeun Bumi Lamba: Upacara Adat Nusantara Untuk Cinta Kasih Semesta Dan Pelestarian Alam