Pemerintahan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu sedang dalam ancaman setelah oposisi mengajukan rancangan undang-undang yang bertujuan untuk membubarkannya. Koalisi ultra-Ortodoks yang menjadi mitra pemerintah mengancam untuk mendukung langkah tersebut dan memaksa pemilu lebih awal. Kondisi ini terjadi setelah partai ultra-Ortodoks merasa kecewa karena tidak berhasil melewati undang-undang yang mengecualikan komunitas mereka dari wajib militer, suatu isu yang telah memecah belah masyarakat Israel selama perang di Jalur Gaza.
Meskipun ada harapan untuk mencapai kesepakatan terakhir, pemungutan suara tersebut menjadi tantangan serius bagi pemerintahan Netanyahu sejak serangan Hamas pada 7 Oktober 2023. Oposisi mengajukan rancangan undang-undang untuk membubarkan Knesset, parlemen Israel, sementara anggota koalisi juga mengajukan rancangan undang-undang sendiri, yang membuat jadwal penuh dengan negosiasi hingga menit terakhir.
Jika pemungutan suara pembubaran terjadi, diperkirakan akan berlangsung hingga larut malam. Meskipun demikian, pemilihan umum baru tidak akan segera diadakan jika undang-undang tersebut tidak disahkan, karena aturan melarang pemungutan suara serupa selama enam bulan ke depan. Koalisi Netanyahu terdiri dari dua partai ultra-Ortodoks yang harus mendukung rancangan undang-undang pembubaran agar dapat diloloskan.
Permasalahan terkait keterlibatan komunitas ultra-Ortodoks dalam dinas militer menjadi pemicu ketegangan, karena mereka tradisionalnya mendapat pengecualian dari wajib militer jika mereka belajar penuh waktu di seminari agama. Namun, penolakan mereka untuk bertugas telah menimbulkan ketegangan di masyarakat Israel, terutama di tengah situasi konflik yang telah membuat militer negara itu berada dalam tekanan maksimal.