Aksi tolak UU TNI di Surabaya pada Senin (24/3) menyebabkan penangkapan sekitar 40 orang oleh pihak kepolisian di sekitar Gedung Negara Grahadi. Front Anti Militerisme (FAM) mencatat laporan mengenai penangkapan massa aksi tersebut. LBH Surabaya memberikan pendampingan hukum untuk massa aksi yang ditahan di Polrestabes Surabaya, namun belum ada kejelasan mengenai keberadaan mereka. FAM menekankan pentingnya hak pendampingan hukum bagi setiap warga negara yang terlibat dalam aksi massa, sebagaimana diatur oleh undang-undang yang berlaku.
Pasal 28E UUD 1945 menjelaskan tentang kebebasan berpendapat dan berkumpul bagi setiap warga negara, termasuk melalui demonstrasi. Namun, di tengah aksi tolak UU TNI ini, kekerasan terhadap massa aksi sangat dilarang dan aparat kepolisian harus menghormati hak asasi manusia serta menjaga keamanan dan ketertiban. FAM mengecam penahanan massa aksi tanpa memberikan hak bantuan hukum yang seharusnya mereka terima.
Penangkapan massa aksi terjadi di Gedung Negara Grahadi Surabaya, di mana puluhan orang ditangkap dalam situasi aksi yang memanas. Pantauan di lokasi menunjukkan adanya tindakan kekerasan terhadap massa aksi dalam bentuk pemitingan dan penggotongan. Polrestabes Surabaya masih melakukan pendataan terkait penangkapan masa aksi dan sedang memeriksa apakah mereka diduga melakukan tindak pidana. Kritik dan desakan pun dilayangkan oleh FAM untuk membantu memastikan bahwa proses hukum dilakukan sesuai dengan prinsip keadilan dan menghormati hak asasi manusia.