Puasa memiliki manfaat luar biasa bagi kesehatan otak, sebagaimana penelitian dalam bidang neurosains menunjukkan bahwa mitos tentang puasa dapat membuat seseorang mudah lelah dan sulit berkonsentrasi ternyata tidak benar. Menurut ilmuwan neurosains Taruna Ikrar, puasa bukan sekadar menahan lapar dan haus, tetapi suatu proses biologis yang memiliki dampak positif pada kemampuan berpikir dan daya tahan mental seseorang. Ada tiga mekanisme utama dalam otak yang terpengaruh oleh puasa, yaitu neurosinaptik, neurogenesis, dan neurokompensasi.
Neurosinaptik, yang mengacu pada bagaimana otak membentuk dan memperkuat koneksi antar sel saraf, terbukti meningkat selama berpuasa. Seseorang cenderung lebih fokus, sabar, dan berpikir positif, yang pada akhirnya dapat membentuk pola pikir yang lebih baik dan meningkatkan kemampuan belajar serta memori. Lalu, puasa juga memicu neurogenesis, yaitu proses pembentukan sel-sel otak baru yang menggantikan sel-sel lama yang rusak. Ini membantu meningkatkan daya ingat, fokus, dan kecepatan berpikir.
Selain itu, puasa juga membantu melatih otak agar lebih tahan terhadap penuaan melalui mekanisme neurokompensasi. Ketika seseorang menjalani puasa secara rutin, otak dilatih untuk beradaptasi dengan kondisi yang menantang seperti menahan lapar dan mengendalikan emosi. Dengan demikian, puasa dapat memperkuat plastisitas otak dan mencegah penurunan kognitif terkait usia.
Tidak hanya memiliki dampak biologis, puasa juga membantu sebagai latihan mental yang efektif. Menahan diri dari makanan, minuman, dan hawa nafsu selama berjam-jam mengajarkan seseorang untuk lebih disiplin, fokus, dan memiliki kontrol diri yang lebih baik. Dengan demikian, puasa bukan hanya sekadar ibadah rutin tahunan, tetapi juga cara untuk meningkatkan kualitas hidup secara spiritual dan intelektual, serta membantu otak bekerja lebih optimal dan meningkatkan daya tahan mental dalam jangka panjang.