LEADERSHIP OF INDONESIAN NATIONAL LEADERS [SULTAN HASANUDDIN]

by -77 Views

Oleh: Prabowo Subianto [diambil dari Buku: Catatan Kepemimpinan Militer dari Bab Pengalaman I]

Dalam ratusan tahun sejarahnya, Indonesia telah memiliki pemimpin-pemimpin tangguh, pembela rakyat, dan pejuang keadilan yang dengan berani menentang kolonialisasi dan dominasi oleh negara-negara lain. Dari Indonesia Timur, sejarah mencatat perjuangan Sultan Hasanuddin. Selama masa pemerintahannya, Sultan Hasanuddin berhasil menghalangi rencana Belanda untuk mengendalikan Kesultanan Gowa. Sultan Hasanuddin menyatukan kerajaan-kerajaan kecil melawan para penjajah kolonial.

Kadang-kadang, seiring berjalannya waktu, kita cenderung melupakan kisah-kisah para pendahulu kita. Kadang-kadang kita lupa sejarah kita dan mempertanyakan identitas kita sendiri.

Dari Indonesia Timur, sejarah mencatat perjuangan Sultan Hasanuddin. Sultan Hasanuddin lahir di Makassar pada tahun 1631. Ia adalah putra kedua dari Sultan Malikussaid. Ia juga dijuluki De Haantjes van Het Osten oleh Belanda karena keberaniannya, yang berarti Ayam Jago dari Timur.

Sejak kecil, sudah terlihat bahwa ia memiliki jiwa seorang pemimpin. Selain cerdas, ia juga pandai dalam berdagang. Oleh karena itu, ia memiliki jaringan perdagangan yang luas. Ia juga sering diundang oleh ayahnya untuk menghadiri pertemuan-pertemuan penting dengan harapan agar ia terbiasa dengan pengetahuan dan seni diplomasi serta perang. Ayahnya beberapa kali mempercayakan kepadanya untuk menjadi duta yang mengirim pesan kepada berbagai kerajaan.

Ketika baru berusia 21 tahun, Hasanuddin diangkat sebagai menteri pertahanan Gowa. Setelah menjadi Raja, Sultan Hasanuddin menciptakan beberapa masalah bagi Belanda. Keteguhan hati Sultan Hasanuddin terlihat dalam penolakannya yang teguh terhadap monopoli perdagangan VOC.

Selama pemerintahannya, Sultan Hasanuddin berhasil menghalangi rencana Belanda untuk mengendalikan Kesultanan Gowa. Sultan Hasanuddin menyatukan kerajaan-kerajaan kecil di sekitar Gowa melawan kekuatan kolonial. Hal ini mengganggu rencana Belanda untuk memonopoli perdagangan di Indonesia Timur. Sultan Hasanuddin mengingat dan menegakkan prinsip-prinsip leluhurnya bahwa ia harus menggunakan sumber daya dan laut untuk menjamin kemakmuran rakyat.

Selama pemerintahannya, Kesultanan Gowa memegang peranan penting dalam kegiatan perdagangan di seluruh Nusantara, khususnya Nusantara timur. Ekonomi Gowa saat itu bergantung pada perdagangan maritim. Kesultanan tersebut menjadi pusat perdagangan Nusantara dan komunitas internasional seperti Portugis, Inggris, dan Denmark.

Melihat kemajuan tersebut, Belanda tertarik untuk menguasai Kesultanan. Hal ini akhirnya memicu perseteruan antara Sultan Hasanuddin dan pasukan Belanda.

Perseteruan ini kemudian memicu peperangan di sekitar Sulawesi Selatan. Pada tahun 1667, peperangan berakhir dengan perjanjian Bongaya. Namun, perjanjian ini menghasilkan sejumlah keputusan yang merugikan Sultan Hasanuddin dan rakyatnya.

Perjanjian tersebut memungkinkan VOC untuk memaksa Gowa-Tallo menerima hak monopoli dalam perdagangan di Nusantara Timur. Semua negara barat harus meninggalkan Gowa kecuali Belanda, dan Gowa diwajibkan membayar reparasi perang.

Sultan Hasanuddin melawan balik dalam beberapa tahun berikutnya, namun tidak ada hasil yang memuaskan yang dicapai, dan VOC terus mendominasi Makassar. Diklaim bahwa alasan utama keruntuhan Gowa-Tallo adalah perjanjian tersebut, terutama setelah Sultan Hasanuddin meninggal pada tahun 1670.

Source link