Jakarta, VIVA – Sebelum mendeklarasikan kemerdekaan, sebuah negara harus memiliki bendera sebagai identitas kedaulatan. Hal ini yang mendasari lahirnya Sang Saka Merah Putih.
Dikutip dari buku Fatmawati: Catatan Kecil bersama Bung Karno (2016), menjelang kemerdekaan Indonesia, Fatmawati dan Soekarno berunding tentang bendera yang dapat mewakili Indonesia. Keduanya ingin Indonesia memiliki bendera dengan filosofi dan bahan yang baik. Ketika itu, Fatmawati meminta bantuan kepada pemuda bernama Chairul Bahri untuk bertemu perwira Jepang yang mendukung kemerdekaan Indonesia.
Belakangan diketahui perwira itu bernama Shimizu. Dia langsung membawa dua kain katun berwarna merah dan putih ke rumah Bung Karno di Pegangsaan Timur.
Perjuangan Fatmawati menjahit Bendera Pusaka saat hamil tua
Kain merah dan putih itu kemudian dijahit oleh Fatmawati di rumah Pegangsaan pada Oktober 1944. Proses penjahitan tersebut dilakukan dengan mesin singer yang hanya bisa digerakan dengan tangan.
Saat menjahit bendera Merah Putih, Fatmawati sedang hamil dan menantikan kelahiran anak pertamanya, Guntur Soekarnoputra. Hal ini membuat Fatmawati tidak dapat menggunakan mesin jahit kaki. Proses penjahitan bendera selesai dalam dua hari. Bendera tersebut kemudian dikenal dengan nama ‘Bendera Pusaka’ dengan warna merah di bagian atas dan putih di bawah.
Bendera Pusaka ikut Soekarno ke Yogyakarta
Pada 4 Januari 1946, situasi Jakarta sangat genting, sehingga Soekarno dan Mohammad Hatta harus pergi ke Yogyakarta menggunakan kereta. Bendera pusaka turut dibawa dalam koper pribadi Soekarno. Selanjutnya, Ibu Kota Indonesia dipindahkan ke Yogyakarta.
Pada 1948, Belanda kembali melancarkan agresi militer kedua di Yogyakarta. Soekarno yang menyadari bahwa dirinya akan ditawan, menyuruh ajudannya Husein Mutahar untuk melindungi Bendera Pusaka agar tidak jatuh ke tangan Belanda. Husein berhasil memisahkan dua kain yang sebelumnya dijahit oleh Fatmawati agar tidak disita oleh Belanda.
Bendera Pusaka dijahit ulang oleh Husein
Husein kemudian menerima pesan rahasia dari Soekarno untuk menyerahkan Bendera Pusaka yang sedang ditahan di Muntok, Bangka. Soekarno memerintahkan Husein menyerahkan bendera itu ke Soedjono sebagai perantara.
Husein kemudian menyatukan lagi kain merah dan putih tersebut, dengan hati-hati mengikuti lubang bekas jahitan Fatmawati. Setelah selesai menjahit, Bendera Pusaka dibungkus kertas koran dan diserahkan ke Soedjono untuk diteruskan ke Soekarno.
Bendera Pusaka terakhir kali dikibarkan pada upacara peringatan kemerdekaan pada 17 Agustus 1968. Bendera tersebut kemudian dipensiunkan dan digantikan oleh duplikat. Bendera Pusaka telah menjadi Cagar Budaya Nasional dengan nomor registrasi RNCB.20150201.01.000032.