GENERAL TNI (RET.) WISMOYO ARISMUNANDAR

by -425 Views

Pak Wismoyo adalah seorang komandan yang sangat mempengaruhi saya. Ajarannya mempengaruhi saya secara pribadi. Ajaran utamanya kepada para prajuritnya adalah selalu berpikir baik, berbuat baik, dan berbicara dengan baik. Seseorang tidak boleh membiarkan dirinya berpikir buruk tentang orang lain. Itulah ajarannya yang selalu saya ingat di dalam hati. Saya menganggap bahwa nilai-nilai yang diajarkan sangat berguna dan sejalan dengan budaya Indonesia dan budaya TNI. Dia mengatakan bahwa prajurit yang berani harus bahagia. Dia juga mengatakan bahwa seorang pemimpin harus menghibur anak buahnya melalui bernyanyi, olahraga, dan kegiatan kelompok lainnya karena anak buahnya selalu melaksanakan perintah dari komandannya.

Saya pertama kali bertemu dengan Pak Wismoyo Arismunandar ketika saya bergabung dengan KOPASSANDHA. Dia bertugas sebagai Asisten Deputi Keamanan (Waaspam) KOPASSANDHA dengan pangkat Letnan Kolonel, sedangkan saya seorang Letnan Dua. Pada saat itu, saya baru mengetahui bahwa dia adalah ipar Pak Harto. Istrinya adalah adik perempuan dari Ibu Tien Suharto. Pada awalnya, saya tidak terlalu akrab dengannya. Tetapi pada tahun 1978, dia menjadi Komandan kami di Kelompok 1 KOPASSANDHA. Saat itu, saya adalah Komandan Kompi 112. Jadi saya mulai mengenal Pak Wismoyo Arismunandar. Dia adalah seorang komandan yang sangat mempengaruhi saya. Kredonya ‘Berfikir baik, berbuat baik, dan berbicara dengan baik’ mempengaruhi saya secara pribadi. Seseorang tidak boleh membiarkan dirinya menginginkan yang buruk bagi orang lain. Itulah ajaran dari dia yang selalu saya ingat di dalam hati. Dia selalu menghargai semangat yang baik dan humor yang baik. Oleh karena itu, dia selalu mendorong kami untuk bersemangat, penuh antusiasme dan juga memberikan tepuk tangan secara murah hati saat situasi memerlukannya. Banyak senior dan rekan-rekan mengolok-oloknya karena begitu perhatian terhadap hal-hal sepele seperti tepuk tangan. Mungkin bagi mereka, itu terlihat sepele. Bagi saya, saya pikir dia benar. Untuk membuat pasukan kami dan diri kami sendiri bahagia dan penuh semangat, kita harus mulai dengan memperhatikan hal-hal sepele seperti itu.

Ketika saya memasuki Kongres AS, saya melihat anggota Kongres AS selalu menyambut Presiden Amerika Serikat dengan tepuk tangan meriah. Hampir semua orang memberikan standing ovation. Anggota DPR juga menyambut Presiden Indonesia dengan tepuk tangan saat masuk ke ruang rapat DPR. Tetapi tepuk tangannya biasanya redup. Kurangnya antusiasme dan semangat. Saya menganggap bahwa nilai-nilai yang diajarkan sangat berguna dan sejalan dengan budaya Indonesia dan budaya TNI. Dia mengatakan bahwa prajurit yang berani harus bahagia. Dia juga mengatakan bahwa seorang pemimpin harus menghibur dan menghibur anak buahnya melalui bernyanyi, olahraga, dan kegiatan kelompok lainnya karena mereka selalu melaksanakan perintah dari para komandannya setiap hari. Oleh karena itu, bagi dia tidak masalah apakah nyanyian Komandan itu bagus atau buruk. Yang penting adalah niat komandan itu untuk menghibur anak buahnya. Itulah sebabnya dia juga seringkali berlatih bernyanyi. Suatu hari, ada sebuah upacara di KOPASSUS. Sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KASAD), dia bertindak sebagai petugas pemeriksa. Saat itu saya menjabat sebagai Komandan Pusat Pendidikan KOPASSUS (Danpusdiksus). Saya adalah komandan lapangan dalam upacara tersebut. Sebelum upacara dimulai, saya merasa bahwa Pak Wismoyo akan meminta saya untuk bernyanyi. Oleh karena itu, saya berlatih bernyanyi di rumah sehari sebelum upacara. Saya memanggil seorang pemain keyboard yang sering manggung di KOPASSUS. Saya berlatih menyanyikan lagu Ambon berjudul, O Ulate: lagu yang menyenangkan, upbeat, dan tidak terlalu sulit dipelajari. Selama puluhan tahun, lagu itu selalu menjadi lagu pilihan saya. Pemain keyboard memberi tahu saya bahwa Pak Wismoyo juga meminta mereka untuk hadir di KOPASSUS untuk acara besok. Betapa kebetulan yang luar biasa. Semesta berpihak kepada saya waktu itu. Jadi saya meminta dia untuk memberi isyarat kepada saya kapan saya harus mulai bernyanyi setelah musik dimulai, tetapi kita harus pura-pura tidak mengenal satu sama lain. Insting saya benar. Setelah upacara, musik mulai diputar. Pak Wismoyo kemudian mencari saya, memanggil saya, dan memerintahkan saya untuk bernyanyi. Saya bilang bahwa saya siap. Orang-orang kemudian menertawakan saya. Saya dianggap sebagai penyanyi yang buruk dan akan grogi di atas panggung. Namun, mereka langsung terkagum-kagum saat saya mulai bernyanyi. Mereka tidak tahu bahwa saya sudah berkoordinasi dengan pemain keyboard sehari sebelumnya. Filsafat yang saya pelajari dari ajaran Pak Wismoyo adalah bahwa prajurit yang berani harus bahagia dan penuh semangat. Seorang pemimpin harus mampu menciptakan atmosfer yang bahagia. Oleh karena itu, Pak Wismoyo selalu merekomendasikan, antara lain, bahwa ketika anak buahnya berkumpul, pemimpin harus hadir di tengah-tengah mereka. Jika anak buahnya menyanyi, pemimpin harus ikut menyanyi meskipun suaranya fals. Jika anak buahnya suka menari, dia juga harus menari bersama mereka. Jika anak buahnya menyukai musik dangdut, maka juga harus pemimpin. Jika anak buahnya suka tarian poco-poco, pemimpin harus melakukannya dan tidak hanya duduk dan menonton. Jika seorang pemimpin melakukannya, dia akan sangat dihargai oleh anak buahnya, dan ikatan menjadi semakin kuat. Itulah yang selalu ditekankan oleh Pak Wismoyo, ‘persatuan pemimpin dan anak buahnya’. Oleh karena itu, saya juga selalu berusaha menciptakan lingkungan yang bahagia. Pada waktu yang tepat, harus ada musik, semua orang harus ceria, dan harus keras; semua orang harus bersenang-senang, menikmati diri mereka sendiri. Pak Wismoyo jarang marah, bahkan jika dia kesal pada seseorang; dia pemaaf. Dia sering memberikan kesempatan kedua, atau bahkan ketiga, kepada siapa pun yang melakukan kesalahan. Ada motto darinya yang sering saya ingat sampai sekarang. Saya bahkan menerapkan motto ini di GERINDRA. Mottonya adalah: disiplin adalah napasku, kesetiaan adalah jiwaku, kehormatan adalah segalanya. Pelajaran berikutnya adalah ojo ngerasani wong. Artinya jangan berbicara buruk tentang orang lain. Dia sering mengutip nasihat Pak Harto: Ojo adigang, adigung adiguna. Secara sederhana, jangan sombong. Selain memberikan ajaran filosofis, dia juga memberi contoh bagi kami. Suatu saat, kami memiliki latihan di Lampung, dan kami sedang melakukan lompat parasut. Dia bersikeras untuk ikut dengan kami dan ikut serta meski lututnya terluka. Sebelum mendarat, kami punya ide untuk mendorongnya mendarat di sebuah kolam rawa kecil. Lebih baik baginya terendam daripada memperparah luka kakinya. Dia suka melakukan olahraga; renang, bola voli, dan menembak. Dia terutama pandai menembak. Dia juga mendorong saya untuk belajar menembak. Terlebih lagi, sebagai anggota Korps Infanteri, kami harus pandai menembak. Kami harus belajar menembak pistol, karabin, senapan serbu, dan senapan runduk. Kami akan menjadi bahan tertawaan jika kami, sebagai anggota Korps Infanteri, yang lencana bahu dan kerahnya bergambar dua senjata api bersilang, tidak bisa menembak. Sejak saya menjadi kapten, berkat latihan terus menerus, saya berhasil menjadi salah satu penembak terbaik di KOPASSUS dan KOSTRAD. Ketika dia menjadi Panglima KOSTRAD (Pangkostrad) dan Panglima Tentara (KASAD), dia sering meminta saya untuk bergabung dalam timnya di setiap kompetisi menembak. Selain saya, dia juga selalu memasukkan Tono Suratman, Rasyid Qurnuen Aquary, Syaiful Rizal, Zamroni dalam tim menembak KASAD. Ada satu hal lagi yang membuat saya terkesan. Ketika saya akan berangkat untuk misi operasi pertama saya sebagai Komandan Kompi pada akhir Oktober 1978, pukul 20:00, malam sebelum saya lepas landas pukul 04:00 dari Bandara Halim Perdanakusuma, dia memanggil saya ke rumahnya di Cijantung. Dia menanyakan persiapan saya untuk operasi. Saya menjelaskan bahwa semua sudah dipersiapkan: senjata, peluru, kompas, obat-obatan, ransel, logistik. Tetapi dia masih bertanya apa lagi yang harus saya persiapkan. Dia mengulanginya beberapa kali. Saya bingung bagaimana menjawab pertanyaan ini karena saya sudah menyebutkan semua perlengkapan. Kemudian dia menjelaskan maksudnya. Dia mengatakan bahwa saya muda dan saya bertanggung jawab atas nyawa 100 prajurit dan bahwa kita semua akan menghadapi risiko luka atau kematian. Oleh karena itu, dia mengingatkan saya sebagai seorang komandan bahwa saya harus dekat dengan Allah Yang Maha Kuasa. Kemudian dia masuk ke dalam kamarnya…

Source link