Simak! Dampak Serius Konflik Iran-Israel terhadap Ekonomi Indonesia

by -97 Views

Rabu, 17 April 2024 – 10:32 WIB

Jakarta – Situasi di Timur Tengah saat ini tengah memanas setelah Iran melancarkan serangan balasan dengan rudal dan drone ke Israel. Hal ini mengkhawatirkan akan memberikan dampak terhadap perekonomian negara-negara lainnya.

Baca Juga:

Israel Mau Balas Dendam ke Iran, Rusia Pasang Badan Kirim Jet Tempur Canggih

Lalu bagaimana dampaknya terhadap perekonomian nasional Indonesia sendiri?

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira Adhinegara menilai bahwa serangan Iran ke Israel akan memberikan lima dampak serius bagi ekonomi Indonesia. Pertama, harga minyak mentah melonjak menjadi US$85,6 per barel atau meningkat 4,4 persen year on year (yoy).

Baca Juga:

Ngotot Balas Serangan Iran, PM Israel Tolak Angkat Telepon Pemimpin Barat

“Sebagai negara produsen minyak terbesar ke-7 di dunia, produksi dan distribusi minyak Iran dapat terpengaruh. Lonjakan harga minyak juga akan berdampak pada pelebaran subsidi energi dan pelemahan kurs rupiah lebih dalam,” kata Bhima saat dihubungi VIVA Bisnis, Rabu, 17 April 2024.

Menurutnya, kenaikan harga minyak mentah global dapat memperbesar belanja subsidi energi bagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Baca Juga:

Jiper Disikat Hizbullah, 40 Persen Warga dan Tentara Kabur dari Utara Israel

“Bagi APBN, kenaikan harga minyak mentah global diperkirakan akan menambah belanja subsidi energi,” jelasnya.

Penampakan rudal Iran ke arah Israel di atas langit Yordania

Penampakan rudal Iran ke arah Israel di atas langit Yordania

Sementara dari segi pendapatan negara, Bhima mengatakan bahwa lonjakan harga minyak mentah ini belum tentu akan menguntungkan APBN. Sebab, berbagai komoditas lain seperti batu bara justru mengalami penurunan harga.

Dampak kedua, ungkap Bhima, adalah investasi asing keluar dari negara berkembang karena meningkatnya risiko geopolitik. Sehingga, investor beralih ke aset yang aman seperti emas dan dolar AS, yang membuat rupiah dapat melemah hingga menembus Rp 17.000 per dolar AS.

“Ketiga, kinerja ekspor Indonesia ke Timur Tengah, Afrika, dan Eropa akan terganggu, menyebabkan pertumbuhan ekonomi akan melambat dalam kisaran 4,6-4,8 persen tahun ini,” ujarnya.

Selanjutnya, konflik ini dapat menyebabkan tingkat inflasi meningkat karena kenaikan harga energi, sehingga tekanan terhadap daya beli masyarakat semakin besar.

“Gangguan dalam rantai pasok global akibat perang membuat produsen harus mencari bahan baku dari tempat lain, yang berujung pada kenaikan biaya produksi yang akan ditransfer kepada konsumen,” ungkapnya.

Sementara itu, Bhima menyatakan bahwa suku bunga tinggi dapat bertahan lebih lama, bahkan ada risiko kenaikan suku bunga. Dengan suku bunga yang tinggi, suku bunga kredit menjadi lebih mahal.

“Bagi masyarakat yang berencana membeli kendaraan bermotor atau rumah dengan skema kredit, mereka harus siap membayar bunga yang lebih mahal,” tegas Bhima.

Halaman Selanjutnya

Dari sisi penerimaan negara, Bhima menilai adanya lonjakan harga minyak mentah ini belum tentu akan menguntungkan APBN. Sebab berbagai komoditas lain seperti batu bara harganya justru anjlok.

Halaman Selanjutnya