Jakarta – Hasil Pemilu 2024 versi quick count beberapa lembaga menunjukkan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka nomor urut 2 sebagai pemenang. Centre for Strategic and International Studies (CSIS) bahkan memastikan bahwa kemenangan tersebut dapat dicapai dalam satu putaran.
Ketua Departemen Politik dan Perubahan Sosial Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Arya Fernandes menganalisis bahwa kemenangan tersebut sebetulnya sudah diprediksi melihat dari tren elektabilitas Prabowo-Gibran yang terus meningkat menjelang Pemilu 2024. Ia juga menyebut bahwa keunggulan pasangan tersebut terlihat dari hasil quick count yang dirilis oleh beberapa lembaga survei.
“Hasil quick count sejumlah lembaga survei mengonfirmasi kemenangan Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka sekitar 57-58 persen,” kata Arya melalui keterangan resmi, Rabu (21/2).
Tidak hanya memenangkan Pilpres, Arya juga menyatakan bahwa angka kemenangan keduanya merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan kemenangan capres-cawapres sebelumnya.
“Dengan angka tersebut, hampir dapat dipastikan bahwa pemilu presiden akan berlangsung dalam satu putaran. Rekor ini berhasil mengalahkan pencapaian Presiden Joko Widodo sebesar 55,50 pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 lalu,” jelas Arya.
Berdasarkan estimasi quick count yang dilakukan oleh CSIS bersama Cyrus Network (CN), suara untuk Prabowo-Gibran hampir unggul di seluruh wilayah Indonesia. Dukungan untuk pasangan usungan Koalisi Indonesia Maju juga jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pasangan lainnya. Arya menegaskan bahwa pencapaian tersebut telah memenuhi syarat kemenangan dalam Pilpres sesuai Pasal 6 (3) Undang-Undang Dasar 1945.
“Menurut Pasal tersebut, “Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluh persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden,” ujarnya.
Lebih lanjut, Arya juga menjelaskan bahwa kemenangan Prabowo-Gibran dipengaruhi oleh beberapa hal. Salah satunya adalah angka split-ticket voting yang terjadi di kalangan pendukung partai koalisi Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud.
“Kondisi ini jelas menguntungkan Prabowo. Ia tidak hanya mendapat suara dari basis partainya, tetapi juga dari partai koalisi lainnya,” ucap Arya.
Pengaruh lain yang turut menyumbang kemenangan Prabowo-Gibran adalah persepsi positif masyarakat terhadap kinerja pemerintah dan kondisi ekonomi yang dinilai baik. Arya mengatakan bahwa masyarakat melihat hal tersebut dari peningkatan alokasi anggaran program bantuan sosial. Berdasarkan survei CSIS pada Desember 2023, sebanyak 86,1 persen masyarakat percaya pada Presiden.
“Kemenangan Prabowo-Gibran juga dapat dilihat dari perubahan strategi tim kampanye yang menggunakan platform TikTok dan melibatkan influencer dalam tim kampanye nasional. Konten-konten Prabowo yang diunggah di TikTok hampir selalu menjadi viral dan ditonton oleh puluhan juta orang,” tambah Arya.
Meskipun demikian, Arya menyebut bahwa potensi kemenangan Prabowo-Gibran sebenarnya sudah terdeteksi sejak awal, terutama bila merujuk pada hasil survei yang signifikan sejak November 2023. Ia menyatakan bahwa dinamika politik jelang pemilu membuat tim paslon lain harus berpikir strategis, bahkan menyiapkan narasi pemilu untuk lebih dari satu putaran.
“Dengan selisih suara yang besar, sangat sulit bagi Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Moh. Mahfud MD untuk mengejar suara Prabowo-Gibran yang terus melesat. Satu-satunya cara yang mungkin dilakukan saat itu adalah ‘memaksa’ pemilu presiden berlangsung dua putaran,” jelas Arya.
CSIS, lanjut Arya, menganalisis bahwa dalam upaya memenangkan hati pemilih, paslon 01 dan 03 memiliki strategi yang berbeda menjelang akhir masa kampanye.
“Untuk memengaruhi sikap pemilih di akhir masa kampanye, Anies Baswedan memilih untuk mengurangi ‘serangan’ pada debat pamungkas calon presiden. Sementara itu, Ganjar malah semakin agresif menyerang,” ujarnya.
Terakhir, Arya bersama CSIS mencatat bahwa Pemilu 2024 adalah perjalanan demokrasi Indonesia sejak reformasi 1998. Setelah enam kali pemilu, demokrasi tetap menjadi pilihan terbaik dalam menghadapi tantangan domestik dan global di masa depan.
“Dalam setiap pemilu, kita menyaksikan naik turunnya kekuasaan. Perubahan politik datang begitu cepat, sehingga kita harus cepat beradaptasi. Demokrasi, dengan segala kekurangannya, tetap menjadi pilihan terbaik bagi Indonesia,” katanya.
“Kita membutuhkan seorang pemimpin demokrat yang dapat menghadapi tantangan domestik dan global dengan lebih dari 270 juta penduduk. Untuk itu, kita membutuhkan kabinet yang kompeten dan berpengalaman,” pungkas Arya. (SENOPATI)