Senin, 4 Desember 2023 – 09:14 WIB
Jakarta – Direktur Eksekutif Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia, Neni Nur Hayati mempertanyakan langkah Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menghapus sesi debat khusus calon wakil presiden (cawapres) di Pilpres 2024. Menurut Neni, KPU patut dicurigai sedang berupaya melindungi salah satu kandidat cawapres lewat keputusan itu.
“Potret ini memperlihatkan pemilu kita benar-benar dalam kondisi kritis. Nalar kewarasan dan akal sehat demokrasi sedang diuji. Indikasi untuk melindungi salah satu cawapres memang tidak mudah dibuktikan, tetapi sinyal ini sangat terasa mengarah ke mana,” ucap Neni dalam keterangan yang diterima, Senin 4 Desember 2023.
KPU memutuskan lima debat di Pilpres 2024 akan dihadiri secara bersamaan oleh pasangan capres-cawapres. Tidak ada putaran debat secara terpisah yang khusus hanya dihadiri capres atau cawapres seperti pada Pilpres 2019.
Dalam tiga debat, para capres bakal diberikan porsi bicara lebih besar ketimbang cawapres. Di dua debat lainnya, para cawapres bakal lebih banyak beradu gagasan. Pada kedua sesi adu gagasan itu, para capres didesain untuk lebih irit bicara.
Perubahan format itu disebut-sebut dilakoni untuk mengakomodasi salah satu Calon Wakil Presiden yang berkompetisi di 2024. Neni berpendapat seharusnya KPU berdiskusi dengan para pakar sebelum secara sepihak mengubah format debat.
“Seperti apa kiranya format debat yang dipandang ideal untuk bisa menggali gagasan capres-cawapres. Jangan sampai keputusan KPU ini membuat kecurigaan publik karena ada upaya melindungi salah satu paslon,” ucap Neni.
Neni berharap KPU mengubah keputusannya dan mengembalikan format debat seperti sedia kala. Menurut dia, debat khusus capres dan cawapres perlu digelar terpisah sehingga publik bisa mengukur kapabilitas masing-masing kandidat lewat gagasan-gagasan dan kemampuan debat mereka.
Deputi hukum Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo–Mahfud MD (Ganjar-Mahfud) Todung Mulya Lubis meminta agar KPU kembali ke format debat yang diatur dalam UU Pemilu. Menurut Todung, keputusan KPU itu menghilangkan kesempatan publik untuk menilai secara utuh kualitas para cawapres.
“Di sini, wakil presiden bukan semata-mata ban serep. Wakil presiden adalah pemimpin. Terus terang, saya menyayangkan kalau KPU memutuskan debat antar cawapres ditiadakan,” ujar Todung dalam keterangan pers di Jakarta, Sabtu.
Menurut Todung, KPU hanya pelaksana UU terkait kepemiluan. KPU tidak berhak mengubah format debat tanpa konsultasi dengan Ia berharap, KPU menghargai hak rakyat untuk mengetahui siapa cawapres yang akan dipilihnya.
“KPU jangan sekali-kali mengurangi hak rakyat untuk mengetahui kualitas, pengetahuan, komitmen, dan kesiapan cawapres yang akan dipilihnya. Hanya dengan demikian kita akan memberikan integritas kepada pilpres yang akan kita adakan,” ujar Todung.
Halaman Selanjutnya
Pada Pasal 277 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu), disebutkan bahwa debat capres-cawapres digelar 5 kali, yakni 3 kali untuk capres dan 2 kali untuk cawapres. Namun, tidak ada aturan lebih rinci mengenai format untuk masing-masing debat.